NYANTRI DI TENGAH PANDEMI
Mukoddimah Wabah
Tahun masehi melanjutkan ritus umurnya, belum lama di awal bulan Januari di kala hujan turun
amat derasnya di berbagai kota, tepat pada tanggal 20 Januari 2021, terdengar dari berbagai
media bahwa jauh di Tiongkok sana; tepat kota Wuhan, tiga orang meninggal menderita
pneumonia setelah terpapar virus baru; Covid 19 namanya.
Bermula dari kota Wuhan, virus baru ini kemudian menyebar menuju seluruh bagian dunia.
Seperti lalat di musim hujan; membeludak. Benua satu ke benua lainnya, negara satu ke negara
lainnya, kota satu ke kota lainnya. Wabah dengan rombongan keluarga besar tiba tanpa memberi
amnesti dan pengampunan
Memasuki Bulan Rajab, bertepatan pada akhir Februari. Suasana di berbagai pondok pesantren
mulai hingar bingar. Karena dari bulan Rojab ini biasanya para santri mulai fokus menghitung
waktu. Entah persiapan Ujian, atau bahkan telah memikiran liburan di akhir Syaban. Namun
Covid 19 berkata lain. Bak lebih sakti daripada palu hakim, terdengar ketukan kencang bahwa
pada Minggu-minggu ini. Ya, penyebaran wabah ini telah mencapai tahap akut.
Lembaga dan pengurus di berbagai Pondok Pesantren kelimpungan. Mau tidak mau mereka
memulangkan santri lebih awal. Ada yang dijemput orang tuanya, ada yang diantarkan langsung
oleh pihak pondok; yang jelas kala itu tidak ada santri yang bermukim di pondok pesantren.
Time Skip
Setelah berbulan-bulan, media massa masih menggoreng dan menggiring opini tentang wabah
ini, dari rumah ke rumah para santri telah merindukan pondoknya. Berbulan-bulan bukanlah
liburan yang diharapkan. Setelah sekian lama dengan nasib yang tidak jelas adanya, Gugus tugas
percepatan penanganan Covid 19 beserta jajaran pemerintah telah memberikan jalan kepada para
santri agar bisa kembali ke pondoknya. Tentu dengan protokol kesehatan dan dan berbagai
regulasi baru yang ada. Meski demikian, kini para santri bisa membuang rasa jenuhnya dan
tumbuh semangat kembali dalam menimba ilmu di tengah hiruk pikuk wabah ini.
Tentu wabah ini melahirkan tradisi-tradisi baru; yang sebelumnya belum ada dan tidak biasa di
jalani oleh santri sekalian. Misal memakai masker di manapun berada, tetap menjaga jarak; hal
ini mau tidak mau mesti dilakukan demi pengurangan penyebaran wabah ini. Terlebih ada satu
kebiasaan yang untuk sementara di saat wabah ini dihilangkan. Mudif; bertemu dengan
keluarga.
Bermacam-macam regulasi dan teknis berkaitan dengan menggantikan tradisi mudif ini. Ada
yang hanya bisa melambai dari jauh kemudian uang serta to'am dititipak. Di depan gerbang, ada
yang hanya bisa mengirimkan uang via rekening santri. Bermacam-macam. Yang jelas
kesempatan bertatap muka dan obrolan ria bersama keluarga untuk sementara ditiadakan. Sekali
lagi, untuk kebaikan dan kemaslahatan bersama.
Wabah Dan Tabah
Memang tidak dapat dipungkiri adanya wabah Covid 19 ini memberikan warna tersediri dalam
benak santri. Baik kedisiplinan dalam menjaga kesehatan, baik kesabaran dalam menghadapi
wabah ini. Namun meski demikian ruh-ruh pendidikan dengan nilai-nilai yang islami tarbawi
dan mahadi tersebut akan langgeng dirawat apapun kondisinya. Para santri dan segenap
instrumen di dalamnya akan selalu luhur dalam menjaga agama. Mengamini perkataan para
ulama bahwa santri adalah temeng dari agama islam itu sendiri.
Dan pada akhirnya kita wa bil khusus para santri akam senantiasa berharap kepada Allah SWT.
Agar tetap berada pada koridor yang telah diridlaiNya. Semoga apa yang melanda di bumi saat
ini; terutama wabah yang dihadapi kita bersama agar segera diangkat oleh yang kuasa.
Tentu santri mana yang tak rindu, duduk lesehan bersama keluarga di hari libur, dijamu dengan
makanan khas buatan ibu, bersanda ria dalam kemesraan mudif yanh jarang itu. Lekas membaik
dan sembuh bumiku.